Kamis, 14 Agustus 2008

ARTIKEL

Mahasiswa Bermadzhab Buku dan Cinta

Yogyakarta dan Jakarta merupakan dua kota besar yang telah berdiri sederetan kampus-kampus terkenal dan melahirkan tokoh intlektual yang disegani di dunia ilmiah. Lalu yang menjadi pertanyaannya bagaimana dengan Semarang? yang juga mempunyai perguruan tinggi seperti Unnes. Terlalu bermimpi untuk bisa mensejajarkan mahasiswa unnes bisa seperti mahasiswa yang ada di dua kota besar tersebut, jika tidak ada perbaikan dalam diri mahasiswa Unnes itu sendiri , yang dimulai dari detik ini.

Mahasiswa Unnes masih suka berpikran praktis. Mereka kebanyakan hanya berpedoman pada mazdhab buku dan Cinta, dimana pagi mereka kuliah dengan membawa buku kemudian malamnya mereka bercinta. Dan yang paling aneh, adalah ada mahasiswa bermazhab buku dan cinta ingin cepat lulus dan kemudian menjadi pegawai negeri. Sungguh sesuatu yang membutuhkan keberuntungan tingkat tinggi. jika pemikiran seperti ini masih digunakan, Penulis jadi khawatir dengan Negara ini, karena penulis teringat kata-kata saat dia diskusi dengan komunitas Embun Pagi. Kata-kata tersebut yaitu“ banyak orang berlomba-lomba untuk hidup dibiayai Negara tapi mereka lupa bahwa Negara bisa hidup karena dibiayai mereka”. Logikanya, Jika semua orang ingin dibiayai Negara dipastikan Negara akan bangkrut.

Bukan maksudnya penulis mendiskriminasikan mahasiswa yang ingin menjadi pegawai negeri tapi alangkah mulyanya cita-cita tersebut jika dilandasi dengan wawasan intelektualitas yang tinggi sehingga nantinya tidak gampang goyah jika ditempa suatu permasalahan. Untuk membangun pondasi tersebut tidak bisa hanya dengan mengandalkan perkuliahan formal saja, tetapi juga didukung dengan lingkaran diskusi dan kemudian membuat karya berupa tulisan. Metode seperti inilah yang diterapkan mahasiswa di Yogjakarta dan Jakarta, sehingga memunculkan cendekiawan-cendekiawan yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Mahasiswa Jakarta untuk mencerdaskan dirinya sendiri, mereka berlomba-lomba untuk membentuk lingkaran diskusi yang hanya terdiri dari segelintir(4-5) mahasiswa, tapi itu dilaksanakan secara rutin, misalnya seminggu sekali. Sistem ini sagat efektif sehingga melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Cak Nur, Ulil Absor dan masih banyak lainnya.

Jika di Unnes Madzhab buku dan cinta masih dipertahankan, penulis yakin akan bermunculan sarjana-sarjana pengangguran lagi dan akhinya menambah beban pemerintah untuk membiayai hidup mereka. karena para lulusan tidak mempunyai bekal kreativitas untuk mengisi waktu pasca lulusan, misalnya menulis buku atau menulis artikel yang nantinya akan memberi keuntungan pada dirinya sendiri, berupa kecerdasan dan profit. Dan hal seperti ini bisa dijadikan sebuah profesi sehinggga hidupnya tidak tergantung pada instansi negeri atau swasta. Kegiatan seperti itu secara tidak langsung juga bisa membantu Negara ini, yang masih mengalami krisis Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara menyumbangkan ide-ide baru lewan dunia tulisan atau Dialektika.Teringatkah kalian tentang apa yang dikatakan Kenedy(Mantan Presiden USA) “ Jangan katakan apa yang Negara berikan kepadamu tapi katakanlah apa yang kamu berikan kepada negaramu”.
Penulis bukannya tidak memperbolehan mahasiswa untuk bercinta, tapi seharusnya cinta dijadikan pelecut semangat untuk selalu berkarya. Karena karya akan menambah kecerdasan seseorang. Jika kecerdasan sudah dalam genggaman, secara otomatis harta dan cinta akan mencarinya, bukan dia yang mencari.

Oleh : Muhtar Said
(Sekretaris Jendral BEM Fakultas Hukum UNNES )

Tidak ada komentar: