Kamis, 14 Agustus 2008

INFO GEMA HUKUM

GEMA (Gerakan mahasiswa) Hukum adalah komunitas diskusi kampus yang sengaja di bentuk oleh kawan-kawan mahasiswa hukum progresif revolusioner sebagai wujud perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang memaksa kita menjadi KMK (Kaum Miskin Kampus).

Pendaftaran bisa melalui stand panitia KMH atau menghubungi kawan kita di (085290202007) a.n Fahruddin Fitriya.

“Jika kawan-kawan hatinya tergetar melihat ketidakadilan itu artinya kawan-kawan perlu dan pantas untuk bergabung bersama kita”

SASTRA

PUTIH BIRU
Aku ingin menjadi ilalang saja yang tak tuhan beri nafsu Aku ingin jadi duri saja yang tak diberi Tuhan nurani tuk menyakiti Aku ingin jadi binatang saja yang tak tuhan anugerahi akal Karna pada kenyataanya aku selalu tidak bisa bertindak seperti manusia yang berakal jika berada di dekatmu. Perjalanan kita telah jauh aku telah mendapat banyak pelajaran berharga dari mu mengingatmu seperti melahap berton-ton cabe yang sisakan pedas, perih, panas dan air mata Aku ingin muntahkan tapi rasa yang menyertai pedas dimulutku senyaman hartal nirwana Ketika keringatmu menyekat, membanjiri ruangan tempat kita menulis berlembar-lembar kisah, aku mulai pengap, nafasku satu dua,hidungku tersumbat, dan dadaku telah dipenuhi keringat Ingin sekali aku menyeka segala pengap yang merayap,tapi pesona yang terbekas seharum kasturi surga. Betapa kilau tubuh kita yang basah oleh ludah dan keringat membuat angin merinding.
Sebaiknya kita berkaca pada titik-titik air yang mulai menggenang di panggung permainan kita. Apa hendak kau akhiri teatrika bertajuk gairah dan air mata ini? Jika ya, kita akan memulai sebuah kisah barumkita akan membuat pertunjukan yang masa dahsyat. kita akan bersenggama dalam beberapa baris kata dan mungkin, orgesme akan kita dapat dari ujung penamu dan kelamin tintaku Kita akan bercinta dengan alas kertas yang maha luas Imajinasikan dirimu sesukamu Orgasmekan aku , tentunya dengan ujung penamu diatas kertas putih biru. akan banyak yang melihat bersenggamaan kita.maka mari bermain cantik. mari bermain liarmmari tumpahkan air mata seluruh duniam mari gelakkan tawa keangkasa. menyentuh setiap hati dengan ujung penamu dan kelamin tintaku akan ada banyak orang yang menunggu persenggamaan kita. Mereka akan membentangkan kertas putih biru itu. ayolah…………[F.F]

NEOLIBERALISME

Dirgahayu RI Ke-63, Merdeka dari penjajahan gaya baru.

Oleh ; Fahruddin Fitriya
Enam puluh tiga tahun kemerdekaan RI adalah sebuah momentum yang tepat apabila seluruh gerakan mahasiswa bersatu melawan ketidakadilan dan penindasan terhadap masyarakat. Khususnya di kota semarang yang notabene merupakan Barometer gerakan politik mahasiswa di Jawa Tengah. Bagi gerakan mahasiswa melihat dan mendengar sebuah fenomena tentang apa yang terjadi di negeri ini utamanya adalah masalah kesejahteraan masyarakat yang belum tercapai itu menandakan perjuangan dan pekerjaan kita belum selesai. Karena semakin jelas, tampak berbagai masalah yang harus di tanggung masyarakat akibat kebijakan pemerintah saat ini harus segera kita sikapi bersama-sama. Mahasiswa sebagai Agent Of Change dan Agen Sosial Control tentunya punya peran yang sangat vital dalam rangka memberikan sebuah ide atau gagasan untuk sebuah perubahan yang lebih baik utamanya apabila ada kebijakan pemerintah yang tidak membela kepaentingan kaum yang lemah.

Sebagai pewaris sejarah bangsa, kita perlu menggunakan momentum 63 tahun dirgahayu RI sebagai mata rantai yang tidak terpisah dari tonggak-tonggak sejarah bangsa untuk menjawab tantangan masa kini dan masa depan. Untuk menjadi bangsa adil-makmur yang dapat menegakkan kepala di tengah pergaulan bangsa-bangsa sebagai kepastian masa depan, kita harus membangun kembali jiwa bangsa: menegakkan kembali martabat sebagai bangsa, menggelorakan kembali harapan di tengah frustrasi sosial yang mendalam, menemukan jalan bagi masa depan di tengah meluasnya romantisme untuk kembali ke masa lalu dan serbuan pragmatisme jangka pendek, dan meneguhkan kembali kegotong-royongan di tengah mekarnya individualisme.

Disadari atau tidak bangsa kita saat ini benar-benar dalam situasi belum sepenuhnya merdeka dengan kata lain kita masih dalam naungan penjajahan gaya baru “Neoliberalisme”, karena memang realitanya setiap kebijakan-kebijakan pemerintah selalu diwarnai dengan intervensi dari pihak asing, yang jelas berakibat mendatangkan penderitaan bagi rakyat. Bangsa kita juga terjajah karena saat ini hampir sebagian asset yang dimiliki Indonesia telah di kuasai oleh pihak asing, seperti industri-industri pertambangan dari Freeport sampai dengan Exxon mobil semuanya kini menjadi otoritas asing Padahal jika Indonesia mau dan mampu menguasai dan mengelolanya sendiri kita tak akan kelimpungan dengan adanya kenaikan harga minyak dunia. Kita justru seharusnya mendapat banyak keuntungan. Namun saat ini Indonesia sebagai salah satu anggota Negara-negara pengeksport minyak “OPEC” malah mendatangkan minyak dari luar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sementara minyak dari dalam negeri yang kualitasnya jauh lebih baik di banding minyak impor malahan di bawa ke luar negeri. Ini sungguh ironis kawan-kawan. Seandainya pemerintah berani mengambil kebijakan untuk menasionalisasi industri-industri pertambangan tentunya keuntungan yang akan masuk ke kas Negara sangat luar biasa karena Exxon Mobil saja pemasukan per detik nya mencapai 12 juta rupiah. Bayangkan di tengah-tengah masyarakat kita yang saat ini rata-rata perharinya penghasilannya hanya di bawah USD 2. ini sungguh bentuk kerja sama yang merugikan pihak Indonesia, dan unsur penghisapan cenderung mendominasi.

Pertama Dominasi asing yang sangat kuat dalam pengelolaan Migas Indonesia. Sebanyak 85,4 persen dari 137 Korporasi pengelolaan lapangan migas di Indonesia dimiliki oleh perusahaan multinasional. Perusahaan nasional hanya punya porsi sekitar 14,6 persen. Data terbaru di BP Migas menyebutkan, hanya ada sekitar 20 perusahaan migas nasional yang saat ini mengelola lapangan migas di Indonesia. "Dari 20 perusahaan tersebut, baru 10 perusahaan yang sudah berproduksi. Sisanya, masih belum berproduksi.” Tidak jauh berbeda dengan pengelolaan minyak, dalam produksi gas, Indonesia sanggup memproduksi 97.8 juta kubik/ tahun. Indonesia masuk dalam daftar ke 9 penghasil gas alam di dunia, dan merupakan urutan pertama di kawasan Asia Pasifik. Akan tetapi, dibalik kenyataan ini, industri dalam negeri Indonesia menjerit dan gulung tikar akibat susahnya mendapatkan pasokan gas, seperti yang menimpa Pt. Pupuk Iskandar Muda (PIM). Penyebabnya tidak lain, karena
(1). hampir 90% dari total produksi tersebut dikuasai oleh 6 MNC, yakni; Total(diperkirakan market share-nya di tahun 2004, 30 %), ExxonMobil (17 %), Vico (BP-Eni joint venture, 11 %), ConocoPhillips (11 %), BP (6 %), dan Chevron (4 %).

(2). Orientasi kebijakan ekonomi dan perdagangan pemerintah yang metitikberatkan kepada ekspor (baca:mengejar devisa), menyebabkan hampir semua total produksi gas dijual kepada Jepang, Filipina, Thailand, Korea, dan Malaysia. Untuk total produksi mineral Indonesia, yang meliputi: emas, tembaga, perak, nikel, pasir besi, bauksit, dan konsentrat, juga memperlihatkan trend peningkatan produksi. Jika pada tahun 1999 Indonesia memproduksi 2,513,394.00 ton, maka, pada tahun 2002 Indonesia sanggup memproduksi 3,407,416.00 juta ton. Akan tetapi, dominasi perusahaan asing sangat kuat dalam produksi mineral tersebut, sekitar 80 % produksi emas Indonesia dikuasai oleh Pt. Freeport dan Pt. Newmont.
Kedua kelemahan Indonesia dalam melakukan negosiasi kontrak pertambangan. faktor kelemahan Indonesia dalam negosiasasi perjanjian pembagian keuntungan (profit-sharing agreement) adalah karena moralitas pemerintah Indonesia yang sejak jaman orde baru hingga sekarang berwatak inlader.
Sebagai contoh, penggelembungan dana cost recovery(CR) Indonesia lebih tinggi sekitar 75 persen -125 persen/barel, dibandingkan rata-rata negara produsen minyak mentah di dunia.
Ketiga regulasi/ kebijakan yang mensahkan korporasi (MNC) menjarah kekayaan alam Indonesia, diantaranya: UU nomor 21/ tahun 2001 tentang Migas, UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan RUU Minerba. Kepatuhan pemerintah Indonesia bersama dengan partai-partai yang ada di DPR merupakan buah dari watak borjuis Indonesia yang lemah, plin-plan, dan oprtunis.

Maka, tidak ada jalan lain, rakyat Indonesia harus menegaskan kembali soal kemandirian ekonominya. Kemandirian ekonomi nasional bermakna; Penguasaan cabang-cabang produksi yang penting atau strategis, yang mengusai hajat hidup orang banyak oleh Negara. Penguasaan ini juga mensyaratkan bahwa bumi dan air (beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya) harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan bagi kemakmuran rakyat. Kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan bangsa-bangsa didunia, ataupun dengan lembaga internasional, harus didasarkan pada prinsip saling menguntungkan, setara dan pengakuan akan kedaulatan bangsa masing-masing. Jalan paling tepat untuk menegakkan kedaulatan ekonomi, yakni dengan melakukan nasionalisasi (pengambil alihan) perusahaan tambang asing. Menurut Kalkulasi Migas Nasional, Effendi Sirajuddin, bahwa Pengalihan lapangan minyak dan gas bumi (migas) asing kepada perusahaan nasional akan menambah pendapatan negara

sekitar 200 miliar US$ yang dihitung dari cadangan migas nasional sebesar 8 miliar barel. Selain itu, dari pembelanjaan barang dan jasa, selama ini Indonesia hanya menikmati satu miliar saja dari 10 miliar dollar AS/tahun. Itu artinya ada ketidakseimbangan pembagian hasil keuntungan dari explorasi sumur-sumur minyak kita.Karena logika pemerintah yang menghamba kepada kepentingan MNC-MNC milik borjuasi asing. Tidak salah kalau kemudian secara nasional kita mengalami krisis energi, walaupun cadangan di sumur-sumur minyak kita masih mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri. Dengan alasan menyelamatkan defisit APBN yang mencapai 35 triliun, pemerintah senantiasa mengorbankan kepentingan rakyat miskin.

Untuk itu bagi kami solusi yang terbaik adalah dengan melakukan nasionalisasi industri pertambangan yang saat ini di kuasai Asing, yang hasilnya diperuntukan untuk kesejahteraan rakyat. Jadikan momen ini untuk menuju bangsa yang benar-benar merdeka dari penjajahan dan penjarahan dalam bentuk apapun.[End]

ARTIKEL

Mahasiswa Bermadzhab Buku dan Cinta

Yogyakarta dan Jakarta merupakan dua kota besar yang telah berdiri sederetan kampus-kampus terkenal dan melahirkan tokoh intlektual yang disegani di dunia ilmiah. Lalu yang menjadi pertanyaannya bagaimana dengan Semarang? yang juga mempunyai perguruan tinggi seperti Unnes. Terlalu bermimpi untuk bisa mensejajarkan mahasiswa unnes bisa seperti mahasiswa yang ada di dua kota besar tersebut, jika tidak ada perbaikan dalam diri mahasiswa Unnes itu sendiri , yang dimulai dari detik ini.

Mahasiswa Unnes masih suka berpikran praktis. Mereka kebanyakan hanya berpedoman pada mazdhab buku dan Cinta, dimana pagi mereka kuliah dengan membawa buku kemudian malamnya mereka bercinta. Dan yang paling aneh, adalah ada mahasiswa bermazhab buku dan cinta ingin cepat lulus dan kemudian menjadi pegawai negeri. Sungguh sesuatu yang membutuhkan keberuntungan tingkat tinggi. jika pemikiran seperti ini masih digunakan, Penulis jadi khawatir dengan Negara ini, karena penulis teringat kata-kata saat dia diskusi dengan komunitas Embun Pagi. Kata-kata tersebut yaitu“ banyak orang berlomba-lomba untuk hidup dibiayai Negara tapi mereka lupa bahwa Negara bisa hidup karena dibiayai mereka”. Logikanya, Jika semua orang ingin dibiayai Negara dipastikan Negara akan bangkrut.

Bukan maksudnya penulis mendiskriminasikan mahasiswa yang ingin menjadi pegawai negeri tapi alangkah mulyanya cita-cita tersebut jika dilandasi dengan wawasan intelektualitas yang tinggi sehingga nantinya tidak gampang goyah jika ditempa suatu permasalahan. Untuk membangun pondasi tersebut tidak bisa hanya dengan mengandalkan perkuliahan formal saja, tetapi juga didukung dengan lingkaran diskusi dan kemudian membuat karya berupa tulisan. Metode seperti inilah yang diterapkan mahasiswa di Yogjakarta dan Jakarta, sehingga memunculkan cendekiawan-cendekiawan yang berguna bagi nusa dan bangsa.
Mahasiswa Jakarta untuk mencerdaskan dirinya sendiri, mereka berlomba-lomba untuk membentuk lingkaran diskusi yang hanya terdiri dari segelintir(4-5) mahasiswa, tapi itu dilaksanakan secara rutin, misalnya seminggu sekali. Sistem ini sagat efektif sehingga melahirkan tokoh-tokoh besar seperti Cak Nur, Ulil Absor dan masih banyak lainnya.

Jika di Unnes Madzhab buku dan cinta masih dipertahankan, penulis yakin akan bermunculan sarjana-sarjana pengangguran lagi dan akhinya menambah beban pemerintah untuk membiayai hidup mereka. karena para lulusan tidak mempunyai bekal kreativitas untuk mengisi waktu pasca lulusan, misalnya menulis buku atau menulis artikel yang nantinya akan memberi keuntungan pada dirinya sendiri, berupa kecerdasan dan profit. Dan hal seperti ini bisa dijadikan sebuah profesi sehinggga hidupnya tidak tergantung pada instansi negeri atau swasta. Kegiatan seperti itu secara tidak langsung juga bisa membantu Negara ini, yang masih mengalami krisis Sumber Daya Manusia (SDM) dengan cara menyumbangkan ide-ide baru lewan dunia tulisan atau Dialektika.Teringatkah kalian tentang apa yang dikatakan Kenedy(Mantan Presiden USA) “ Jangan katakan apa yang Negara berikan kepadamu tapi katakanlah apa yang kamu berikan kepada negaramu”.
Penulis bukannya tidak memperbolehan mahasiswa untuk bercinta, tapi seharusnya cinta dijadikan pelecut semangat untuk selalu berkarya. Karena karya akan menambah kecerdasan seseorang. Jika kecerdasan sudah dalam genggaman, secara otomatis harta dan cinta akan mencarinya, bukan dia yang mencari.

Oleh : Muhtar Said
(Sekretaris Jendral BEM Fakultas Hukum UNNES )

MAHASISWA YANG MEMBACA

Oleh : Rahmat Sutopo*
Dunia kemahasiswaan yang merupakan dunia paling indah bagi para pemuda-pemudi hendaknya untuk saat ini perlu merenungkan apa yang sebenarnya terjadi dalam dirinya. Karena kindahan-keindahan yang menghiasi dunia mahasiswa saat ini telah mengalami kemunduran dan kemerosotan yang sangat drastis. Mahasiswa telah mencoreng muka mereka sendiri dengan Lumpur kering. Stigma masyarakat telah miring pasca tindakan-tindakan brutal yang tidak mencerminkan tindakan seorang intelektual muda. Tawuran antar Fakultas yang terjadi di sulawesi merupakan bentuk penghilangan identitas sejati mahasiswa yang konon kabarnya adalah agent of change. Ironis memang, ketika mahasiswa diajak untuk aksi unjuk rasa memperjuangkan kepentingan rakyat tertindas mereka tak mau, namun untuk tawuran saling serang sesama mahasiswa mereka amat semangat. Kita harus mengingat kembali siapa yang bisa menumbangkan rezim-rezim otoriter, angkatan 66 s/d reformasi 98 adalah kita mahasiswa yang bisa melakukannya. Kalau calon-calon pemimpin bangsa seperti ini bagaimana nasib bangsa ini selanjutnya. Ketika Asing sudah berlahan masuk ke negeri ini dan sedikit demi sedikit menguasai aset-aset negeri ini apa yang bisa kita lakukan, lama-lama anak cucu kita bakalan ngontrak di negeri sendiri.
Semua mahasiswa harus kembali memahami peran mereka saat ini. Apakah yang harus dilakukan oleh seorang mahasiswa. Apakah tindakan kita sudah sesuai peran yang kita emban saat ini. Kita mendapatkan peran sebagai mahasiswa tidaklah lama paling 4 sampai 5 tahun saja. Kemudian apa yang menjadikan mahasiswa berat meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya di SMA seperti main, ngegame, pacaran, dan melakukan kegiatan yang sama sekali tidak menjamin masa depan mereka apalagi masa depan bangsa dan negaranya. Padahal kalo hitung-hitungan secara matematis waktu kuliah dan waktu kosong selama satu semester adalah 40 : 60. Jadi menurutku kebangetan lah kalo sampai mahasiswa itu ga bisa jadi Aktivis. Apalagi waktu yang tersisa banyak itu malah digunakan untuk ikut ekstrakulikuler pacaran. Sungguh sangat kasihan getho loh…, sekarang bisa ketawa, senyum-senyum, tetapi bagaimana besok dan selanjutnya…??? Jawaban ada di tangan anda masing-masing.

IKRAR KAUM MUDA INDONESIA

Oleh ; Fahruddin Fitriya
Indonesia lahir dari rahim perjuangan melawan ketidakadilan. Kalimat pertama Pembukaan UUD 1945 dengan tegas menyatakan, "bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Dari zaman ke zaman kaum muda menyumbang tenaga, pikiran dan jiwa mereka untuk menegakkan cita-cita ini: bebas dari segala bentuk penjajahan, oleh asing pun bangsa sendiri. Saat ini kita semakin jauh dari cita-cita mulia ini. Sistem ekonomi yang dipakai sekarang bertumpu pada rumus sederhana: kekayaan yang satu hanya mungkin didapat dari kesengsaraan yang lain. Kesetaraan dan keadilan yang pernah digariskan para pendiri bangsa sebagai landasan hidup bersama dianggap sebagai nyanyian usang dari masa lalu. Kekayaan alam habis dikuras meninggalkan kehancuran lingkungan yang tidak terbayar. Manusia Indonesia seperti dihantui kutuk sejarah :menjadi bangsa kuli dan kuli di antara bangsa-bangsa.
Reformasi politik 1998 yang mengganti kediktatoran Soeharto sempat memberi janji bahwa perubahan akan segera datang. Presiden demi presiden berganti, kabinet dibongkar-pasang namun keadaan tidak beranjak membaik. Justru krisis semakin membelit: kemiskinan dan pengangguran merajalela, komunalisme bangkit, kebencian etnik dan agama dikobarkan, di pusat dan daerah orang memperebutkan lembaga negara dan menjadikannya sumber akumulasi kekayaan. Korupsi memporak-poranda tatanan politik, tidak ada lagi adab dan nilai. Indonesia terancam hilang dari pergaulan dunia. Dalam keadaan ini kaum muda kembali terpanggil untuk bangkit. Republik ini berdiri untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Inilah arah dan jalan keluar dari krisis kita sekarang. Dan menjadi tugas sejarah kaum muda untuk mewujudkan-nya.
Di dunia kini bergema slogan kekuasaan lama: sejarah sudah berakhir. Kaum muda Indonesia menolak jalan buntu ini. Zaman ini bukan akhir dari sejarah, tapi awal dari sejarah baru. Saatnya kaum muda dengan visi pembaruan berhimpun dalam pergerakan menghapus penjajahan dan menegakkan negara kesejahteraan. Saatnya kaum muda memimpin..! [F.F]