Senin, 22 September 2008

Aktivis Asli Tapi Palsu, Said

Aktivis Asli Tapi Palsu.

Apakah selamanya politik itu kejam, apakah selamanya ia datang untuk menghantam atau memang itu yang sudah digariskan, menjillat, menghasut, menindas memperkosa hak-hak sewajarnya. ( Iwan Fals)

Mas Gi, Mas Taufik, Mas Edi, Mas Luluk, Mas Haris, Mas Fahmi, dan teman-teman yang mebaca tulisanku, ini bukanlah munafik belaka karena saya adalah tokoh BEM. Tulisanku ini murni kegelisahanku terhadap apa yang terjadi di dalam lembaga kemahasiswaan, dan rasanya saya ingin mengubahnya.kita mulai ya….

Kata aktivis sangat popular dikalangan mahasiswa pasca reformasi. Karena bargain aktivis menjadi tinggi saat mereka bersatu menumbangkan rezim orde baru di tahun 1998. Aktivis dianggap bak seorang pahlawan yang telah mengusir penjajah di negeri ini. Mereka selau dikenal dan disambut dengan hormat jika berjalan disepanjang jalan.

Di awali dengan sejarah itu, sekarang banyak orang yang ingin menjadi aktivis, terlepas dengan perasaan ketulusan hati mereka untuk memperjuangkan hak-hak kaum tertindas. Melaikan dengan dasar agar mempermudahkan mereka untuk mendapatkan jaringan demi kepentingan dirinya sendiri atau yang lebih parahnya mereka yang ingin jadi aktivis agar mereka terkenal dimana-mana, Ini tidak ubahnya seperti artis.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) merupakan lembaga yang dikenal sebagai lembaga yang didalamnya bercokol sekumpulan aktivis. Penulis tidak tahu alasan mengapa mereka ingin masuk BEM. Apakah mereka ingin mendapatkan biasiswa? Atau mereka ingin namanya dikenal ? penulis tidak tahu alasan mereka sebenarnya, penulis hanya Cuma berwacana saja( Sok Tahu Loe).

Kebanyakan mahasiswa yang duduk di jabatan BEM mempunyai wibawa yang dahsyat untuk mempengaruhi teman-temannya untuk ikut bergerak dalam perjuangannya. Karena BEM identik dengan organisasi Inteletual-itu dulu-. Sekarang BEM hanyalah sekumpulan orang-orang yang oportunis, kebanyakan mahasiswa yang menduduki jabatan BEM hanya untuk mendapatkan sebuah biasiswa, ingin dirinya dianggap jago berpolitik atau bahkan ingin dirinya dikenal bagai artis, jika dia sedang berjalan orang akan menyapanya dengan rasa hormat, bagai Pejabat pemerintahan yang mengobral senyum dengan dihiasi wibawa palsu.

Parahnya lagi, aktivis mahasiswa yang ingin masuk BEM dengan niaatan untuk memburu posisi structural, misalnya hanya memburu jabatan ketua BEM, ini hanya akan menjadi sia-sia belaka. Mereka sudah mengorbankan waktu, harta dan pikiranya hanya untuk sebuah jabatan. Jika seandainya kalah maka akan tercipta ilklim kebencian pada salah satu lawannya. Dan akhirnya akan tercipta permusuhan, bisa jadi mereka akan selalu mempunyai perasaan saling curiga dan ini akan menimbulkan perasaan tidak tenang dalam kehidupan mereka.

Penulis selalu berharap semoga BEM selalu di duduki kaum intelktual yang disana selau terjadi iklim diskusi yang bisa mengasah intlektual mereka, bukan hanya sekedar sekumpulan mahasiswa yang kumpul rapat dan menggosip untuk membuat setrategi-setrategi agar bisa mengalahkan musuh dan akhirnya muncullah black compaine ( Kampanye hitam). Tapi penulis mengharabkan yang duduk di posisi BEM adalah orang yang selau berdialektika, membaca, diskusi dan kemudian menulis, tentunya dengan ketulusan hati yang paling dalam tanpa ada unsur kepentingan untuk menjatuhkan. Richardo Mathopat“ aktivis adalah orang yang bisa mengukur kekuatannya dan saling percaya terhadap sesama”.

Muhtar Said

Sekretris Jendral BEM FH UNNES

Tidak ada komentar: